Sebuah lingkaran cinta yang aku temukan di kampus yang baru
saja aku masuki. Bertemu dengan teman-teman luar biasa tanpa di sengaja. Ketika
memori flashback itu datang rupanya mampu mengulumkan senyum indah yang
terasa berbeda.
Mb’ Er
Pertama kali melihatnya sedang khusyuk bercengkrama dengan
Al Qur’an. Takut-takut aku mendekatinya untuk bertanya mengenai acara i’tikaf
yang di selenggarakan oleh UKKI di Masjid Ulul Albab. Kesan pertama yang
tertangkap olehku Mb’ Er terlihat judes, aku berpikir apa mungkin karena ke
khusyukannya terganggu yaa? Buru-buru aku mendaftar untuk i’tikaf satu malam
dan segera angkat kaki dari sana. Takut mengganggu.
Arum
Saking cueknya aku, tak kusadari ternyata aku sekelompok
dengan Arum di Setaria. Kelompok ospek kami. Dari sekian banyak orang aku
dikelompokkan dengannya. Aku sendiri baru menyadari kehadirannya ketika Ia
berdiri di sampingku dengan wajah yang kepanasan. Kami berkenalan sejenak dan
setelah itu terdiam. Yang kutangkap darinya dia tampak galak di mataku, tapi
segera kutepis anggapan itu dan dengan segera pula aku melupakan perkenalan itu
karena saking banyaknya yang kuajak berkenalan.
Saking parahnya ingatanku dalam mengingat nama dan wajah
orang. Ternyata aku dan Arum satu kos. Hanya saja saat itu Arum datang agak
terlambat karena dia dipindahkan dari kos lain. Dan yang memalukan sekali lagi
aku bertanya nama dan ada di kelompok apa. Dengan santainya Arum menjawab Ia
sekelompok denganku. Aku dibuatnya melongo.
Ela
Dia duduk disampingku tepat saat kami penutupan ospek. Ia
mengenalkan dirinya dengan nama Ezul. Walaupun kami baru kenal saat itu tapi
Ela dengan lugasnya bercerita tentang ketidaksetujuannya tentang acara ospek
itu. Panjang lebar Ia bercerita hingga membuatku hanya bisa bengong, mengangguk,
geleng-geleng. Kesan pertama yang kutangkap Ela itu cerewet. Hahaha
Ira
Dia ini kutu buku tulen. Segala ucapannya berdasarkan buku.
Awalnya aku terkagum-kagum dengan daya ingat Ira tentang isi buku tersebut.
Tapi satu hal mendasar yang aku tangkap dari Ira saat Ia berbicara tentang
buku-bukunya, walaupun Ia bisa menghafal lafal dari buku tersebut tapi esensi
yang ada dalam kata-kata itu belum bisa ditangkapnya. Dia hanya terpaku pada
kontekstual, padahal semua kata itu pasti berkembang sesuai dengan realita yang
ada. Kesan pertama aku sendiri bingung bagaimana bisa menjelaskan hal ini
padanya. Hehe
Asma
Bisa di bilang Dia ini teman setiaku. Bagaimana tidak
semenjak SD, SMP, SMA hingga kuliah kami selalu bersama. SD dan SMP sekelas,
SMA satu gedung, kuliah satu fakultas dan satu organisasi hampir setiap hari
kami bertemu. Kalau di runut dari SD kisahnya pasti akan panjang. Kami mungkin
juga pernah bertengkar tapi entah kemana kenangan pahit itu yang teringat hanya
kenangan-kenangan manis.
Ima
Aku ingat saat ospek yang terlintas dalam pandanganku adalah
sosok Ima. Ia yang bertubuh subur dan berjilbab besar membuatku tertarik untuk
mendekatinya. Tapi entah kenapa yang terjadi hanya aku melihatnya dan Ia tak
terlalu memperhatikanku. Apa itu hanya perasaanku saja? Entahlah... walau
begitu aku selalu senang melihat Ima. Apalagi saat tahu dia satu prodi
denganku. Aku ingin mencoba lebih dekat lagi dengannya.
Lastri
Aku tak melihatnya sama sekali ketika awal ospek jurusan.
Padahal aku sudah mengenal teman dekatnya Mentari tapi aku tak melihatnya
sekalipun. Hingga akhirnya di ruang kelas saat kami dikumpulkan bersama dalam
satu rombel. Aku mulai mengingatnya. Padahal Ia mengenalku dan menyapaku tapi
aku sendiri malah lupa dia siapa sampai Mentari memperkenalkannya.
Moment awalan itu sungguh membuat kesan yang cukup menarik tapi
belum terlalu terpatri hingga akhirnya kami dipertemukan dalam satu lingkaran
cinta.
Aku terkejut bertemu Mb’ Er teringat saat pertama kali kami
bertemu. Pepatah membuktikan bahwa berkenalan itu belum bisa dibilang kenal
sampai kita tahu pribadinya. Setelah tahu sosok Mb’ Er yang sebenarnya aku
makin jatuh cinta. Hahaha.
Bagaimana tidak? Selama ini aku sudah gonta-ganti MR dari
jaman SMA. Belum pernah aku temukan yang seperhatian ini padaku. Kata Ibu
bahkan Mb’ Er itu Ibu kedua karena yang mampu membujukku makan saat aku
terbaring sakit. Aku juga bisa leluasa bercerita tentang masalah apapun. Selama
ini aku memang suka memendam masalah sendirian hingga mungkin itu yang
menyebabkan aku sering stres. Tapi setelah bertemu dengan Mb’ Er aku jadi punya
tempat curhat.
Teman-teman seperjuanganku saling memperkenalkan diri
masing-masing. Walaupun beberapa sudah saling mengenal di kos.
Belakangan aku semakin akrab dengan Arum karena kami satu
organisasi dan juga satu jurusan sehingga sering bertemu. Saat berdiskusi
dengan Arum, aku selalu menemukan hal-hal baru yang luar biasa. Selama ini aku
cenderung lebih berpikiran melankolis walaupun sosokku tertutupi dengan sikap
sanguinis. Arum mengajarkanku tentang logika dan realistis yang harus aku
terima. Ucapannya yang menggebu-gebu dan sesuai dengan kondisiku teresap dengan
baik dalam memori otakku. Terkagum aku melihat koleksi buku-bukunya yang aduhai
beratnya. Aku memang suka membaca, tapi bukan bacaan non fiksi yang membuat
kepala penat. Sedang Arum lebih suka membaca buku non fiksi dan
mendiskusikannya dengan orang lain. Pantas saja dia begitu fasih dalam berdebat.
Aku bertemu lagi dengan Ela. Keterkejutanku nampak saat Ia
duduk di depanku memperkenalkan diri.
Dalam benakku.. Waah... satu pemikiran
ternyata. Haha. Karena tahu satu pemikiran dan satu visi misi aku jadi tidak
sungkan berbicara dengan Ela. Saat bertemu pertama kali aku masih sungkan untuk
berbicara karena aku belum mengenal Ela sesungguhnya. Sok-sok an curiga. Hihihi
Rupanya Ela itu satu kos dengan Ira. Pantas saja mereka
sudah akrab sekali dan datang berdua ke MUA. Ira itu teman yang asyik untuk
berdiskusi tentang buku. Dia suka dengan buku-buku yang berbau ‘love’ dan agak
unik. Kami sering mendiskusikan bermacam-macam buku dan tentu saja aku kalah
dalam hal mengingat frase-frase tulisan yang ada dalam buku. Ditambah dia yang
seorang mahasiswi Bahasa Indonesia membuatku hanya bisa tersenyum simpul
mendengarkannya berbicara.
Aaah... Lingkaran cinta yang luar biasa. Walau kami sudah
terpisah-pisah sekarang tapi memori dan kenangan itu tak akan pernah
terlupakan. Tetap berjuang kawan dimanapun kalian berada, dalam kondisi apapun,
dan dalam kelelahan yang lillah. Insya Allah perjuangan kita semua tak akan
pernah sia-sia dimata Allah. Salam cinta dariku, Shaffi.