Pages

Minggu, 15 Juli 2012

[CERPEN] Kloof (Luka)


 http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/0b/Pitstone-windmill.600px.jpg/150px-Pitstone-windmill.600px.jpg
Ray berjalan terseok-seok menopang tubuhnya yang kelelahan. Nampak sekelilingnya bunga tulip tergeletak tak bernyawa, bekas jejak-jejak kaki terhampar mengganggu pertumbuhan para tulip itu. Seperti baru saja ada kerusuhan.
Aku melihatnya dengan tatapan prihatin dan sungguh iba. Kalau aku punya kendali atas tubuhku, aku pun akan bangkit menolongnya. Ia mencoba bangkit dari tempatnya terjatuh, dari kejauhan Ray melihatku dengan tatapan minta tolong. Tapi aku hanya sebuah kincir angin tua yang masih kokoh berdiri walau dimakan usia.
“Ah! Aku ingin minum air,” ujar Ray pada diri sendiri. Segera Ray kumpulkan tenaga yang tersisa dan mencoba berjalan mendekatiku. Kerongkongannya memanas tatkala membayangkan berteguk-teguk air yang akan membasahi bibirnya.
Terdengar gemericik air deras, Ray semakin bersemangat melangkahkan kaki. Dilihatnya aliran air deras mengalir. Ia menangkupkan tangannya untuk mengambil air sungai itu dan langsung meneguk airnya.
“Hueeek!!! Ini air laut!!” umpatnya. Ia memuntahkan lagi air itu. Ray terduduk lesu di sampingku.
Mulailah aku mengingat kembali apa yang telah terjadi pada Ray.
***
“Ray! Lihat! Air disini begitu melimpah dan sangat segar!” ucap Flow antusias ketika mereka sedang berjalan melewati padang bunga tulip yang indah. Ray hanya tersenyum menanggapi antusiasme Flow. Mereka pun berjalan mendekati diriku yang berfungsi sebagai pengairan bunga-bunga tulip di padang itu. Aku sangat senang melihat mereka berjalan dengan akur.
“Ah Ray! Negerimu memang indah. Berbeda sekali dengan negeriku yang hanya penuh sinar mentari!” ucap Flow lagi.
“Flow janganlah begitu, justru aku iri dengan negerimu. Walau tak ada padang bunga tulip atau kincir angin yang besar, tapi negeri mu memiliki sesuatu yang kami tak punya,” kata Ray sambil menatap Flow dalam-dalam.
“Memangnya apa itu Ray?”
“Negerimu memiliki sinar mentari yang sepanjang hari bersinar dengan cerahnya. Pepohonan pun tumbuh subur di negerimu hingga terbentuklah hutan. Tanaman juga tumbuh subur di sana, karena suhu udara yang cukup hangat. Bukankah itu sebuah anugerah untukmu Flow? Kau selalu bisa menikmati hangatnya mentari setiap hari. Sedang kami di sini hanya bisa menikmatinya selama 3 bulan dalam satu tahun,” jelas Ray.
“Ah Ray, kau terlalu berlebihan. Walau begitu ditempat kami kesulitan air bersih. Sungai-sungai di sana sangatlah kotor dan bau busuk. Uh! Tak sanggup aku menatapnya lama-lama.”
Mereka pun terdiam kembali dan semakin dekat dengan kincir angin yang berdiri kokoh.
“Kalau kau bisa mengolah air di negeri mu dengan baik, negeri mu pasti akan sangat indah melebihi negeriku,” timpal Ray sambil tersenyum geli melihat tingkah Flow yang begitu senang melihat air.
“Untuk itulah aku disini!” ucapnya sambil mengerdipkan mata pada Ray.
Ray seorang pangeran Negeri Tulip. Negerinya memang sangat indah. Apalagi negeri itu terletak di bawah permukaan laut, entah bagaimana air laut pun tidak dapat masuk ke dalam Negeri Tulip. Sepertinya leluhur mereka telah membangun sebuah DAM yang berfungsi sebagai bendungan agar air tidak masuk. Sedang Flow, Ia adalah pangeran Negeri Matahari yang penuh dengan sinar mentari. Namun sayang, Negeri Matahari tidak bisa mengelola air bersih, sehingga mereka pun harus merelakan tubuhnya untuk meminum air dengan kandungan sulfur.
Mereka adalah dua sahabat yang saling menyayangi.
Ray – Flow
Dua sahabat sejati
Walau jarak menghantui
Tapi kan tetap menyayangi
Syair itu sering mereka nyanyikan bersama ditepi sungai,  mereka bernyanyi disampingku. Aku sangat senang mendengar mereka berdendang bersama. Tapi malam itu, aku melihat Flow mengendap-endap sendirian mendekati diriku. Ia menatapku dalam-dalam. Aku tak mengerti apa yang ada dalam pikiran Flow. Sepertinya Flow sedang merencanakan sesuatu.
Flow memasuki tubuhku. Ia meneliti struktur tubuhku. Sekali-kali ia memegang pipa-pipa yang melilit badanku. Pipa itu sebagai penyalur air di daerah padang bunga. Flow mengikuti aliran pipa itu, Ia keluar dari tubuhku dengan tetap mengikuti lalu lintas pipa-pipa, terus Ia ikuti hingga Ia menemukan sebuah katup yang tak mencolok karena tertutupi oleh semak-semak. Ia mencoba untuk membuka katup itu tapi tak berhasil.
Ia kemudian kembali ke kediamannya yang memang sengaja disediakan Ray untuk tempat tinggal Flow dinegerinya. Dipanggilnya seorang ajudan kepercayaanya.
“Sepertinya ada tempat rahasia di padang bunga itu. Aku menemukan katup di antara bunga-bunga itu. Tapi aku tak bisa membukanya!” kata Flow pada ajudannya.
“Baik Pangeran, akan kami periksa. Anda tidur saja, ini sudah larut malam. Jika Pangeran Ray berkunjung esok hari dan Anda terlihat nampak kelelahan, maka Ia akan curiga.”
“Tenang saja, Ray bukan seorang yang mudah untuk mencurigai sesuatu tanpa bukti. Aku tidak meninggalkan jejak apapun.” Flow lalu beranjak tidur dan membiarkan ajudannya bekerja.
Esoknya Ray memang mengunjungi Flow kembali. Namun karena Ia diberi tugas oleh ayahnya untuk mengurus kerajaan, Ia pun hanya bisa bertatap muka sebentar dengan Flow dan meminta maaf karena Ia tidak bisa menemani Flow hari ini.
“Jika kau ingin ke padang bunga, kau bisa ke sana sendiri bukan?” tanya Ray agak khawatir.
“Tenang saja Ray, aku akan baik-baik saja. Nanti jika aku ingin ke Padang Bunga aku akan pergi dengan ajudanku.”
Ray pun tersenyum dan pamit pada Ray. Flow segera masuk ke kamar dan mengambil peralatan untuk menjelajah. Bersama ajudannya, Ia kembali ke padang bunga.
Kali ini Flow melihat kemegahanku dalam siang hari. Walau aku sudah sangat tua, tapi aku memang masih berguna bagi rakyat Negeri Tulip, terutama para Tulip yang setia menunggu aliran airku.
“Cepat Gros! Sebelum Ray datang. Kau harus menyelesaikan dengan sempurna!” perintah Flow pada Gros – aku baru tahu nama ajudan Flow – Gros segera menjalankan perintah Flow. Mula-mula Ia mengikuti arahan Flow hingga sampai pada panel yang menuju bawah tanah.
“Apa yang sedang mereka lakukan?!! Mengapa Flow bisa menemukan tempat rahasia itu?!!” teriakku marah. Aku hendak berlari menghentikan Flow tapi aku hanyalah seorang kincir angin yang tak bisa bergerak.
Gros membukanya dengan paksa menggunakan linggis yang Ia curi dari tukang kebun istana. Ada tangga menuju ruang bawah tanah di sana, Gros dan Flow pun memasuki ruangan itu. Mereka melewati lorong-lorong lembab tanpa penerangan mengikuti suara gemuruh yang dari permukaan tak pernah terdengar suaranya.
Sampailah mereka pada sebuah ruangan besar. Mereka terpana dengan pandangan di depan mereka. Sebuah generator besar yang suaranya sangat menggelegar, nampak sistem canggih itu yang mengendalikan Negeri Tulip agar tidak tenggelam.
Muncul seringai liar dari wajah Flow. Nampak siluet masa lalu yang telah memunculkan dendam dihatinya terhadap Negeri Tulip. Flow begitu ingin melampiaskan dendamnya pada Negeri itu. Ketika Flow kecil, tanpa tahu penyebabnya, Ia tiba-tiba harus kehilangan kedua orang tuanya yang saat itu masih menjadi putra mahkota. Flow sangat terguncang dengan peristiwa itu, hingga akhirnya Flow pun tumbuh menjadi seorang yang tertutup dan sangat ambisius.
Dari pamannya Ia mengetahui bahwa orang tua sahabatnyalah yang telah membunuh orang tua Flow, dengan alasan untuk pembebasan Flow yang saat itu memang sedang berkunjung ke Negeri Tulip. Kata Paman, Ayah Ray memiliki dendam pada Ayah Flow, entah apa itu. Flow tak terlalu paham. Tapi hanya mengetahui bahwa ayah dan ibunya dibunuh oleh keluarga kerajaan Tulip membuatnya ingin menghancurkan kerajaan itu.
“Sebentar lagi, sebentar lagi ayah ibu. Aku akan membalaskan dendam kalian terhadap negeri ini. Kalian pasti akan sangat bangga denganku!”
Flow memulainya dengan mempelajari struktur generator itu. Flow memang pandai, cukup mempelajari susunan generator itu, Ia pun langsung tahu titik kelemahannya. Dibantu dengan Gros Ia mulai menghancurkan dengan membabi buta.
Setelah menghancurkan semuanya Flow segera berlalu meninggalkan tempat itu tanpa merasa bersalah sedikit pun. Aku mencoba berteriak memberitahukan apa yang terjadi tapi apalah dayaku.
“Ray! Aku harus kembali ke negeri ku!” ucap Flow datar sekembalinya dari misinya.
“Loh kenapa Flow? Kau tidak senang berada di negeriku?” tanya Ray heran. Ia merasa kemarin Flow sangat senang berada di negerinya.
“Bukan begitu Ray, pamanku memintaku untuk segera kembali ke negeri Matahari, ada yang harus kami urus,”
Ray terdiam sejenak mempertimbangkan permintaan Flow. Jujur saja Ia masih ingin bercakap-cakap dengan sahabatnya itu.
“Pangeran!” panggil seorang pengawal Ray.
“Ada masalah, tiba-tiba saja air laut meluap dan ada kemungkinan negeri kita akan tenggelam.”
“Apa? Bagaimana bisa begitu?”
“Maaf Pangeran, Saya kurang paham. Saya diperintahkan Tetua untuk memanggil Anda.”
Ray berbalik menghadap Flow. Ia menatap Flow lekat-lekat. “Flow maafkan aku, aku tak bisa mengantarmu pulang.” Ray menarik Flow ke dalam kamar. Ia mengambil sebuah kertas tua yang nampak lusuh. “Ini surat dari kedua orang tuamu, selama ini aku tahu kau sangat merindukan mereka, semoga surat ini bisa mewakili rasa rindumu. Aku pergi dulu”
Flow membuka surat itu. Jantungnya serasa berhenti melihat siapa yang menulis surat itu.

Flow anakku,
Mungkin ketika kau membaca surat dari Ayah dan Ibu ini, kau sudah
besar dan kami tidak berada di sampingmu
Betapa ingin Ayah dan Ibu melihat perkembanganmu tumbuh. Tapi
kerajaan kita sedang membutuhkan bantuan.
Pamanmu memberontak dari pemerintahan Ayah, Ia ingin mencelakaimu
agar kerajaan tidak memiliki pewaris tahta dimasa depan.
Ayah dan Ibu sepakat membawa kau ke Negeri Tulip yang tentu saja
akan menjaga Pangeran kecilku dengan baik.
Kau baik-baiklah dengan Ray, dia anak yang baik.
Ayah Ibu

Flow sangat terkejut dengan isi surat itu.
“Apa?? Jadi Paman yang selama ini merawatku yang telah membunuh ayah dan ibuku??”
Flow memandang tangan itu. Ia sangat menyesal dengan perbuatannya. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Tak kan dapat dikembalikan. Flow hanya bisa menangis meraung-raung tak terkendali. Ajudannya mendengar dari luar kamar tak mengerti. Flow berlari menuju padang bunga dengan sangat menyesal,
Negeri Tulip mulai tenggelam perlahan, generator pemompa air laut telah rusak karena disabotase orang. Ray baru tahu kalau negerinya memiliki alat canggih seperti itu. Tapi apa daya mereka, Negeri Tulip hanya bisa mengevakuasi warganya untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
“Semuanya!! Segera ke bukit Leiden! Kota akan tenggelam!”
Seluruh warga berlarian panik menuju bukit Leiden. Itu satu-satunya tempat yang paling tinggi. Laut tidak akan mencapai bukit itu. Tempat dimana aku berdiri sekarang.
Aku melihat mata Ray berkaca-kaca melihat tulip-tulip itu menggelepar tak berdaya karena harus diinjak sembarangan oleh banyak orang. Sebelumnya memang hanya keluarga kerajaan yang hanya boleh berada disitu, karena itu masuk ke dalam wilayah taman istana. Tapi wilayah itu kini rusak terinjak orang-orang yang sangat panik. Semua orang sudah lari ke bukit,
***
Ray masih termenung di padang bunga. Kerongkongannya sungguh kering. Apalagi baru saja Ia menenggak air garam yang justru membuatnya dahaga kembali.
Aku menatap Ray dengan penuh sayang. Ia harus menanggung semua ulah Flow sendirian. Aku teringat kembali nasib Flow, Ia mengakui perbuatannya. Hampir saja Flow hendak dihabisi massa, tapi Ray menghentikan amukan massa itu.
“Tenang semua!” Warga yang sudah ribut langsung hening mendengar perintah Ray. “Dia hanya korban hasutan pamannya. Dahulu orang tuanya menitipkan Dia agar kami menjaganya. Tolong jangan khianati kedua orang tuanya yang telah membantu mendirikan negeri kita ini.”
Flow terkejut dengan perkataan Ray, “Apa? Jadi orang tuaku termasuk pendiri negeri ini?”
Ray melanjutkan perkataannya lagi, “Cukup sampai sini. Biarkan Dia kembali ke negaranya dan belajar mengatur negaranya sendiri. Tak perlulah kita menghakiminya. Biarlah takdir yang akan menghakiminya. Jangan kotori tangan kalian”
Flow semakin terkejut dengan perkataan Ray, “Ray.., maafkan aku…,” ucapnya pasrah.
Ray tak mendengarkan ucapan Flow, atau mungkin pura-pura tak tahu. Ray berjalan meninggalkan kerumunan orang-orang. Warga tulip pun mengikuti jejak Pangeran mereka. Kini hanya Flow seorang, dengan aku yang menatapnya dari kejauhan.
“Raaaaaaaaayy!!!!! Maafkan akuuuuuu!!!” raung Flow histeris.

0 coretan:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...