Keesokan harinya entah siapa yang mengomando, kami semua bangun pagi.
Ah iya! Aku lupa kalau ini bulan puasa pastinya semua orang bangun
untuk sahur. Aku yang sebenarnya tidak puasa pun terpaksa ikut sahur.
Kalau tidak aku tak akan bisa sarapan karena mungkin saja warung yang
ada sudah kehabisan stok. Pikirku saat itu.
“Pi, kamu mau makan apa?” tanya Sasa ditengah usahaku mengumpulkan kesadaran.
“Apa aja deh.. terserah kamu,” jawabku malas.
Pagi
itu Sasa dan Nina membeli makan sahur di warung samping kos. Teman yang
lain sedang melaksanakan shalat tahajud sembari menunggu makanan
datang. Aku masih berusaha mengumpulkan kesadaranku di kasur. Sebenarnya
itu bukan sebuah usaha karena aku tak juga beranjak dari tempat itu.
Sasa
sudah datang membawakan makanan. Ia memaksaku terjaga dari
ketidaksadaran yang kusengaja. Hahaha. Aku beranjak dari tempat tidur
menuju ruang tv. Di sana semua orang sudah berkumpul menyantap sahur.
Aku santai saja karena memang tidak terlalu di buru waktu shubuh.
“Opi nggak puasa?” tanya Mbak Ita.
“Enggak mbak. Hehe”
Hari
ini hari pertama kami menjalani ospek. Tentu saja karena ini permulaan
kami semua sangat bersemangat.Setelah shalat shubuh berjamaah, kami
semua bergantian mandi. Semuanya ribut mempersiapkan atribut yang harus
dipakai. Kemeja putih dengan rok hitam serta kerudung hitam. Tak lupa
harus mengenakan ikat pinggang juga cocard tanda pengenal yang bisa
dibeli di warung seharga 500. Harus menggunakan kaos kaki putih dengan
sepatu hitam. Mirip seperti guru yang sedang PPL di sekolah dulu.
Namanya juga calon guru.
Kami tergopoh-gopoh bersegera
berangkat menuju kampus. Ini hari pertama, tak ada kata terlambat.
Alhasil, kami semua berangkat pukul 6 pagi padahal jam sebenarnya adalah
7.30.
Rupanya tak hanya kami yang berpikiran seperti
itu. Banyak para maba –singkatan dari mahasiswa baru—yang juga datang
pagi-pagi. Saat sampai di kampus, lingkungan kampus sudah tampak ramai
dengan seragam hitam putih.
“Wow! Banyak juga ternyata
mahasiswanya. Mungkin sekitar 1000an kali ya yang masuk FBS,” kataku
terperangah melihat betapa banyaknya daftar maba yang ada pada papan
pengumuman.
Papan pengumuman itu ternyata berisi
informasi tentang pembagian kelompok selama masa ospek berlangsung.
Semua nama maba FBS tercantum dalam daftar. Kami semua harus mencari
nama masing-masing satu persatu. Oh ya, aku belum cerita. FBS itu
singkatan dari Fakultas Bahasa dan Seni.
Aku dan Sasa
mencari nama masing-masing. Beberapa sudah menemukan namanya dan segera
menuju lapangan. Aku masih mencari namaku sedangkan Sasa dan lainnya
sudah ke lapangan menuju kelompok masing-masing. Akhirnya aku mendapati
namaku tersembul dalam kelompok Setaria.
“Ah! Ini
dia..!” teriakku girang. Aku segera berlari kelapangan dan mencari nama
Setaria. Tanpa kusadari aku telah terpisah dengan Sasa dan teman-teman
baruku.
Aku berjalan menyusuri lapangan. Di tengah
lapangan sudah berjajar para senior dengan papan nama kelompok. Hiruk
pikuk maba yang belum menemukan kelompoknya menambah suasana berisik.
Debu-debu beterbangan tak karuan karena gesekan sepatu para maba yang
berputar-putar mencari papan nama.
“Lah? Kelompokku dimana?” Cukup lama aku mencari papan nama kelompokku.
Olala..,
ternyata kelompokku ada di pojok lapangan. Pantesan nggak
ketemu-ketemu. Di sana aku bertemu dengan maba yang juga kelompok
Setaria. Kenalan lagi deh. Tahun ini jadi ajang kenalan buatku. Hahaha
Seorang
senior masih memegang papan Setaria di depan. Ia hanya diam saja tak
menghiraukan kami yang sengaja menunjukkan sikap ingin berkenalan.
Wajahnya dibuat sesangar mungkin, sebenarnya Ia memiliki wajah yang
lembut. Tetapi karena Ia sengaja memasang wajah yang menakutkan, maka Ia
berhasil menakuti kami untuk tidak dekat-dekat dengannya.
Tiba-tiba
terdengar suara sirine megaphone yang berasal dari muka lapangan.
Tiba-tiba saja semua senior menurunkan papan namanya dan berteriak
lantang pada kami.
Senin, 14 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 coretan:
Satu lagi yang saya tahu di sini, cerita ini pakai tokoh utama dengan menggunakan nama penulisnya.
Posting Komentar